Obat bebas biasanya memiliki gambar lingkaran berwarna hijau dan bergaris tepi hitam. Simbol tersebut tertera di kemasan obat. Kebanyakan obat bebas adalah obat-obat untuk mengobati penyakit ringan, seperti batuk, flu, atau demam. Obat bebas juga bisa berupa vitamin atau suplemen nutrisi. Contoh obat bebas adalah parasetamol.
Obat bebas terbatas memiliki kesamaan dengan obat bebas, yaitu keduanya dijual bebas di pasaran. Namun, obat bebas terbatas termasuk obat yang lebih keras ketimbang obat bebas, meski obat dalam golongan ini juga bisa dikonsumsi tanpa resep dari dokter. Dalam jumlah tertentu, obat ini masih bisa dijual di apotek mana saja.
Obat jenis bebas terbatas juga memiliki simbol tertentu di kemasannya, yaitu lingkaran biru bergaris tepi hitam. Tidak hanya itu, pada kemasan obat bebas terbatas juga tertulis peringatan-peringatan seperti:
Obat bebas terbatas bisa digunakan untuk mengobat penyakit dari yang tergolong ringan hingga serius. Kalau Kamu belum sembuh juga, meski sudah mengonsumsi obat dengan golongan bebas terbatas, lebih baik berhenti mengonsumsinya dan periksakan diri ke dokter.
Obat keras sudah termasuk obat yang tidak bisa dibeli bebas di apotek tanpa resep dokter, meski dijual legal di apotek. Tanpa resep dokter dan jika pemakaiannya tidak sesuai, dikhawatirkan obat ini bisa memperparah penyakit, meracuni tubuh, bahkan menyebabkan kematian. Simbol obat keras yang ada di kemasan obat adalah lingkaran merah bergaris tepi hitam dan terdapat huruf K di dalamnya.
Pada umumnya, banyak obat-obat tertentu yang termasuk dalam golongan ini, seperti:
Untuk psikotropika, obat-obatan jenis ini memengaruhi susunan sistem saraf pusat, sehingga bisa menimbulkan perubahan pada mental dan perilaku orang yang mengonsumsinya. Maka dari itu, obat psikotropika hanya bisa dikonsumsi di bawah pengawasan dokter.
Bahkan, psikotropika juga dibagi menjadi 4 golongan berdasarkan bahaya dampaknya pada tubuh manusia. Psikotropika golongan I adalah obat yang tidak boleh digunakan untuk terapi. Psikotropika golongan I hanya boleh dipakai untuk keperluan ilmu pengetahuan, karena memiliki potensi yang kuat untuk menyebabkan ketergantungan pada penggunanya.
Lain dari psikotropika golongan I, psikotropika golongan II bisa digunakan untuk pengobatan maupun untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Namun, psikotropika golongan II tetap memiliki potensi kuat untuk menyebabkan ketergantungan.
Psikotropika golongan III lebih banyak digunakan untuk pengobatan, meski obat jenis ini juga bisa dimanfaatkan untuk keperluan ilmu pengetahuan. Risiko ketergantungan pada psikotropika golongan III cenderung rendah. Selain itu, sama seperti golongan III, risiko ketergantungan psikotropika golongan IV juga rendah. Psikotripika golongan IV banyak digunakan untuk pengobatan maupun keperluan ilmu pengetahuan.
Karena bersifat keras, psikotropika dan obat keras berada di dalam kategori yang sama. Keduanya juga memiliki simbol yang sama. Contoh obat keras adalah loratadine, pseudoeedrin, bromhexin HCL, alprazolam, clobazam. Sementara itu, contoh obat psikotropika adalah ekstasi, phenobital, sabu-sabu, diazepam.
Narkotika adalah obat-obatan yang bisa berasal dari tanaman maupun tidak. Narkotika juga bisa berupa sintesis atau semi sintesis. Sama seperti psikotropika, narkotika menimbulkan efek ketergantungan, khususnya jenis yang bisa mengurangi rasa sakit, nyeri, dan tingkat kesadaran. Obat narkotika hanya boleh dijual di apotek, namun harus di bawah resep dokter. Obat narkotika memiliki simbol lambang palang merah yang tertera di kemasannya.
Mirip dengan psikotropika, narkotika juga memiliki golongan-golongan tertentu. Narkotika golongan I hanya digunakan untuk ilmu pengetahuan, namun tidak bisa digunakan untuk pengobatan. Pasalnya, golongan I memiliki risiko ketergantungan yang tinggi.
Untuk narkotika golongan II, bisa digunakan untuk pengobatan dan kepentingan ilmu pengetahuan. Namun, biasanya dokter hanya memberi resep narkotika golongan II sebagai pilihan terakhir dalam pengobatan. Pasalnya, golongan II juga bisa menyebabkan kertegantungan yang kuat.
Sementara itu, narkotika golongan III bisa digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan pengobatan karena memiliki risiko yang ringan untuk menyebabkan ketergantungan. Contoh obat narkotika adalah opium, ganja, dan heroin. Untuk golongan II, contohnya tebakon, morfina, dan peptidina. Sementara untuk golongan III, contohnya adalah kodeina, nikokodina, dan nikodikodina.]
Obat bebas biasanya memiliki gambar lingkaran berwarna hijau dan bergaris tepi hitam. Simbol tersebut tertera di kemasan obat. Kebanyakan obat bebas adalah obat-obat untuk mengobati penyakit ringan, seperti batuk, flu, atau demam. Obat bebas juga bisa berupa vitamin atau suplemen nutrisi. Contoh obat bebas adalah parasetamol.
Obat bebas terbatas memiliki kesamaan dengan obat bebas, yaitu keduanya dijual bebas di pasaran. Namun, obat bebas terbatas termasuk obat yang lebih keras ketimbang obat bebas, meski obat dalam golongan ini juga bisa dikonsumsi tanpa resep dari dokter. Dalam jumlah tertentu, obat ini masih bisa dijual di apotek mana saja.
Obat jenis bebas terbatas juga memiliki simbol tertentu di kemasannya, yaitu lingkaran biru bergaris tepi hitam. Tidak hanya itu, pada kemasan obat bebas terbatas juga tertulis peringatan-peringatan seperti:
Obat bebas terbatas bisa digunakan untuk mengobat penyakit dari yang tergolong ringan hingga serius. Kalau Kamu belum sembuh juga, meski sudah mengonsumsi obat dengan golongan bebas terbatas, lebih baik berhenti mengonsumsinya dan periksakan diri ke dokter.
Obat keras sudah termasuk obat yang tidak bisa dibeli bebas di apotek tanpa resep dokter, meski dijual legal di apotek. Tanpa resep dokter dan jika pemakaiannya tidak sesuai, dikhawatirkan obat ini bisa memperparah penyakit, meracuni tubuh, bahkan menyebabkan kematian. Simbol obat keras yang ada di kemasan obat adalah lingkaran merah bergaris tepi hitam dan terdapat huruf K di dalamnya.
Pada umumnya, banyak obat-obat tertentu yang termasuk dalam golongan ini, seperti:
Untuk psikotropika, obat-obatan jenis ini memengaruhi susunan sistem saraf pusat, sehingga bisa menimbulkan perubahan pada mental dan perilaku orang yang mengonsumsinya. Maka dari itu, obat psikotropika hanya bisa dikonsumsi di bawah pengawasan dokter.
Bahkan, psikotropika juga dibagi menjadi 4 golongan berdasarkan bahaya dampaknya pada tubuh manusia. Psikotropika golongan I adalah obat yang tidak boleh digunakan untuk terapi. Psikotropika golongan I hanya boleh dipakai untuk keperluan ilmu pengetahuan, karena memiliki potensi yang kuat untuk menyebabkan ketergantungan pada penggunanya.
Lain dari psikotropika golongan I, psikotropika golongan II bisa digunakan untuk pengobatan maupun untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Namun, psikotropika golongan II tetap memiliki potensi kuat untuk menyebabkan ketergantungan.
Psikotropika golongan III lebih banyak digunakan untuk pengobatan, meski obat jenis ini juga bisa dimanfaatkan untuk keperluan ilmu pengetahuan. Risiko ketergantungan pada psikotropika golongan III cenderung rendah. Selain itu, sama seperti golongan III, risiko ketergantungan psikotropika golongan IV juga rendah. Psikotripika golongan IV banyak digunakan untuk pengobatan maupun keperluan ilmu pengetahuan.
Karena bersifat keras, psikotropika dan obat keras berada di dalam kategori yang sama. Keduanya juga memiliki simbol yang sama. Contoh obat keras adalah loratadine, pseudoeedrin, bromhexin HCL, alprazolam, clobazam. Sementara itu, contoh obat psikotropika adalah ekstasi, phenobital, sabu-sabu, diazepam.
Narkotika adalah obat-obatan yang bisa berasal dari tanaman maupun tidak. Narkotika juga bisa berupa sintesis atau semi sintesis. Sama seperti psikotropika, narkotika menimbulkan efek ketergantungan, khususnya jenis yang bisa mengurangi rasa sakit, nyeri, dan tingkat kesadaran. Obat narkotika hanya boleh dijual di apotek, namun harus di bawah resep dokter. Obat narkotika memiliki simbol lambang palang merah yang tertera di kemasannya.
Mirip dengan psikotropika, narkotika juga memiliki golongan-golongan tertentu. Narkotika golongan I hanya digunakan untuk ilmu pengetahuan, namun tidak bisa digunakan untuk pengobatan. Pasalnya, golongan I memiliki risiko ketergantungan yang tinggi.
Untuk narkotika golongan II, bisa digunakan untuk pengobatan dan kepentingan ilmu pengetahuan. Namun, biasanya dokter hanya memberi resep narkotika golongan II sebagai pilihan terakhir dalam pengobatan. Pasalnya, golongan II juga bisa menyebabkan kertegantungan yang kuat.
Sementara itu, narkotika golongan III bisa digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan pengobatan karena memiliki risiko yang ringan untuk menyebabkan ketergantungan. Contoh obat narkotika adalah opium, ganja, dan heroin. Untuk golongan II, contohnya tebakon, morfina, dan peptidina. Sementara untuk golongan III, contohnya adalah kodeina, nikokodina, dan nikodikodina.]
Obat bebas biasanya memiliki gambar lingkaran berwarna hijau dan bergaris tepi hitam. Simbol tersebut tertera di kemasan obat. Kebanyakan obat bebas adalah obat-obat untuk mengobati penyakit ringan, seperti batuk, flu, atau demam. Obat bebas juga bisa berupa vitamin atau suplemen nutrisi. Contoh obat bebas adalah parasetamol.
Obat bebas terbatas memiliki kesamaan dengan obat bebas, yaitu keduanya dijual bebas di pasaran. Namun, obat bebas terbatas termasuk obat yang lebih keras ketimbang obat bebas, meski obat dalam golongan ini juga bisa dikonsumsi tanpa resep dari dokter. Dalam jumlah tertentu, obat ini masih bisa dijual di apotek mana saja.
Obat jenis bebas terbatas juga memiliki simbol tertentu di kemasannya, yaitu lingkaran biru bergaris tepi hitam. Tidak hanya itu, pada kemasan obat bebas terbatas juga tertulis peringatan-peringatan seperti:
Obat bebas terbatas bisa digunakan untuk mengobat penyakit dari yang tergolong ringan hingga serius. Kalau Kamu belum sembuh juga, meski sudah mengonsumsi obat dengan golongan bebas terbatas, lebih baik berhenti mengonsumsinya dan periksakan diri ke dokter.
Obat keras sudah termasuk obat yang tidak bisa dibeli bebas di apotek tanpa resep dokter, meski dijual legal di apotek. Tanpa resep dokter dan jika pemakaiannya tidak sesuai, dikhawatirkan obat ini bisa memperparah penyakit, meracuni tubuh, bahkan menyebabkan kematian. Simbol obat keras yang ada di kemasan obat adalah lingkaran merah bergaris tepi hitam dan terdapat huruf K di dalamnya.
Pada umumnya, banyak obat-obat tertentu yang termasuk dalam golongan ini, seperti:
Untuk psikotropika, obat-obatan jenis ini memengaruhi susunan sistem saraf pusat, sehingga bisa menimbulkan perubahan pada mental dan perilaku orang yang mengonsumsinya. Maka dari itu, obat psikotropika hanya bisa dikonsumsi di bawah pengawasan dokter.
Bahkan, psikotropika juga dibagi menjadi 4 golongan berdasarkan bahaya dampaknya pada tubuh manusia. Psikotropika golongan I adalah obat yang tidak boleh digunakan untuk terapi. Psikotropika golongan I hanya boleh dipakai untuk keperluan ilmu pengetahuan, karena memiliki potensi yang kuat untuk menyebabkan ketergantungan pada penggunanya.
Lain dari psikotropika golongan I, psikotropika golongan II bisa digunakan untuk pengobatan maupun untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Namun, psikotropika golongan II tetap memiliki potensi kuat untuk menyebabkan ketergantungan.
Psikotropika golongan III lebih banyak digunakan untuk pengobatan, meski obat jenis ini juga bisa dimanfaatkan untuk keperluan ilmu pengetahuan. Risiko ketergantungan pada psikotropika golongan III cenderung rendah. Selain itu, sama seperti golongan III, risiko ketergantungan psikotropika golongan IV juga rendah. Psikotripika golongan IV banyak digunakan untuk pengobatan maupun keperluan ilmu pengetahuan.
Karena bersifat keras, psikotropika dan obat keras berada di dalam kategori yang sama. Keduanya juga memiliki simbol yang sama. Contoh obat keras adalah loratadine, pseudoeedrin, bromhexin HCL, alprazolam, clobazam. Sementara itu, contoh obat psikotropika adalah ekstasi, phenobital, sabu-sabu, diazepam.
Narkotika adalah obat-obatan yang bisa berasal dari tanaman maupun tidak. Narkotika juga bisa berupa sintesis atau semi sintesis. Sama seperti psikotropika, narkotika menimbulkan efek ketergantungan, khususnya jenis yang bisa mengurangi rasa sakit, nyeri, dan tingkat kesadaran. Obat narkotika hanya boleh dijual di apotek, namun harus di bawah resep dokter. Obat narkotika memiliki simbol lambang palang merah yang tertera di kemasannya.
Mirip dengan psikotropika, narkotika juga memiliki golongan-golongan tertentu. Narkotika golongan I hanya digunakan untuk ilmu pengetahuan, namun tidak bisa digunakan untuk pengobatan. Pasalnya, golongan I memiliki risiko ketergantungan yang tinggi.
Untuk narkotika golongan II, bisa digunakan untuk pengobatan dan kepentingan ilmu pengetahuan. Namun, biasanya dokter hanya memberi resep narkotika golongan II sebagai pilihan terakhir dalam pengobatan. Pasalnya, golongan II juga bisa menyebabkan kertegantungan yang kuat.
Sementara itu, narkotika golongan III bisa digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan pengobatan karena memiliki risiko yang ringan untuk menyebabkan ketergantungan. Contoh obat narkotika adalah opium, ganja, dan heroin. Untuk golongan II, contohnya tebakon, morfina, dan peptidina. Sementara untuk golongan III, contohnya adalah kodeina, nikokodina, dan nikodikodina.]
Bagikan
Obat bebas biasanya memiliki gambar lingkaran berwarna hijau dan bergaris tepi hitam. Simbol tersebut tertera di kemasan obat. Kebanyakan obat bebas adalah obat-obat untuk mengobati penyakit ringan, seperti batuk, flu, atau demam. Obat bebas juga bisa berupa vitamin atau suplemen nutrisi. Contoh obat bebas adalah parasetamol.
Obat bebas terbatas memiliki kesamaan dengan obat bebas, yaitu keduanya dijual bebas di pasaran. Namun, obat bebas terbatas termasuk obat yang lebih keras ketimbang obat bebas, meski obat dalam golongan ini juga bisa dikonsumsi tanpa resep dari dokter. Dalam jumlah tertentu, obat ini masih bisa dijual di apotek mana saja.
Obat jenis bebas terbatas juga memiliki simbol tertentu di kemasannya, yaitu lingkaran biru bergaris tepi hitam. Tidak hanya itu, pada kemasan obat bebas terbatas juga tertulis peringatan-peringatan seperti:
Obat bebas terbatas bisa digunakan untuk mengobat penyakit dari yang tergolong ringan hingga serius. Kalau Kamu belum sembuh juga, meski sudah mengonsumsi obat dengan golongan bebas terbatas, lebih baik berhenti mengonsumsinya dan periksakan diri ke dokter.
Obat keras sudah termasuk obat yang tidak bisa dibeli bebas di apotek tanpa resep dokter, meski dijual legal di apotek. Tanpa resep dokter dan jika pemakaiannya tidak sesuai, dikhawatirkan obat ini bisa memperparah penyakit, meracuni tubuh, bahkan menyebabkan kematian. Simbol obat keras yang ada di kemasan obat adalah lingkaran merah bergaris tepi hitam dan terdapat huruf K di dalamnya.
Pada umumnya, banyak obat-obat tertentu yang termasuk dalam golongan ini, seperti:
Untuk psikotropika, obat-obatan jenis ini memengaruhi susunan sistem saraf pusat, sehingga bisa menimbulkan perubahan pada mental dan perilaku orang yang mengonsumsinya. Maka dari itu, obat psikotropika hanya bisa dikonsumsi di bawah pengawasan dokter.
Bahkan, psikotropika juga dibagi menjadi 4 golongan berdasarkan bahaya dampaknya pada tubuh manusia. Psikotropika golongan I adalah obat yang tidak boleh digunakan untuk terapi. Psikotropika golongan I hanya boleh dipakai untuk keperluan ilmu pengetahuan, karena memiliki potensi yang kuat untuk menyebabkan ketergantungan pada penggunanya.
Lain dari psikotropika golongan I, psikotropika golongan II bisa digunakan untuk pengobatan maupun untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Namun, psikotropika golongan II tetap memiliki potensi kuat untuk menyebabkan ketergantungan.
Psikotropika golongan III lebih banyak digunakan untuk pengobatan, meski obat jenis ini juga bisa dimanfaatkan untuk keperluan ilmu pengetahuan. Risiko ketergantungan pada psikotropika golongan III cenderung rendah. Selain itu, sama seperti golongan III, risiko ketergantungan psikotropika golongan IV juga rendah. Psikotripika golongan IV banyak digunakan untuk pengobatan maupun keperluan ilmu pengetahuan.
Karena bersifat keras, psikotropika dan obat keras berada di dalam kategori yang sama. Keduanya juga memiliki simbol yang sama. Contoh obat keras adalah loratadine, pseudoeedrin, bromhexin HCL, alprazolam, clobazam. Sementara itu, contoh obat psikotropika adalah ekstasi, phenobital, sabu-sabu, diazepam.
Narkotika adalah obat-obatan yang bisa berasal dari tanaman maupun tidak. Narkotika juga bisa berupa sintesis atau semi sintesis. Sama seperti psikotropika, narkotika menimbulkan efek ketergantungan, khususnya jenis yang bisa mengurangi rasa sakit, nyeri, dan tingkat kesadaran. Obat narkotika hanya boleh dijual di apotek, namun harus di bawah resep dokter. Obat narkotika memiliki simbol lambang palang merah yang tertera di kemasannya.
Mirip dengan psikotropika, narkotika juga memiliki golongan-golongan tertentu. Narkotika golongan I hanya digunakan untuk ilmu pengetahuan, namun tidak bisa digunakan untuk pengobatan. Pasalnya, golongan I memiliki risiko ketergantungan yang tinggi.
Untuk narkotika golongan II, bisa digunakan untuk pengobatan dan kepentingan ilmu pengetahuan. Namun, biasanya dokter hanya memberi resep narkotika golongan II sebagai pilihan terakhir dalam pengobatan. Pasalnya, golongan II juga bisa menyebabkan kertegantungan yang kuat.
Sementara itu, narkotika golongan III bisa digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan pengobatan karena memiliki risiko yang ringan untuk menyebabkan ketergantungan. Contoh obat narkotika adalah opium, ganja, dan heroin. Untuk golongan II, contohnya tebakon, morfina, dan peptidina. Sementara untuk golongan III, contohnya adalah kodeina, nikokodina, dan nikodikodina.]
Penggolongan Obat menurut undang-undang termasuk dalam istilah obat. Istilah obat adalah kata atau gabungan kata obat yang mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang obat.
Penggunaan kata Penggolongan Obat menurut undang-undang bisa kita jumpai di dunia nyata seperti di Koran, buku, artikel, brosur, majalah dan di sekolah saat pembelajaran maupun di dunia maya seperti di social media facebook, instagram, tiktok, youtube, whatsapp, twitter dan lain sebagainya. Penggunaan kata Penggolongan Obat menurut undang-undang juga biasa digunakan di artikel, berita, jurnal dan lain sebagainya. Supaya kita tidak salah dalam memahami kata itu, kita harus tau arti kata tersebut.
arti Penggolongan Obat menurut undang-undang adalah
Obat Bebas
Obat bebas adalah obat OTC (over the counter) atau obat yang dijual secara bebas di pasaran. Artinya, Kamu bisa sangat mudah dan bebas menemukan dan membeli obat ini, tanpa harus menggunakan resep dokter. Obat yang tergolong dalam kategori bebas adalah obat yang memiliki efek samping rendah serta kandungan bahan-bahan yang relatif aman. Namun meski tidak memerlukan pengawasan dokter, Kamu tetap harus memenuhi petunjuk dan dosis yang tertera di kemasan ketika mengonsumsinya.
Obat bebas biasanya memiliki gambar lingkaran berwarna hijau dan bergaris tepi hitam. Simbol tersebut tertera di kemasan obat. Kebanyakan obat bebas adalah obat-obat untuk mengobati penyakit ringan, seperti batuk, flu, atau demam. Obat bebas juga bisa berupa vitamin atau suplemen nutrisi. Contoh obat bebas adalah parasetamol.
Obat bebas terbatas memiliki kesamaan dengan obat bebas, yaitu keduanya dijual bebas di pasaran. Namun, obat bebas terbatas termasuk obat yang lebih keras ketimbang obat bebas, meski obat dalam golongan ini juga bisa dikonsumsi tanpa resep dari dokter. Dalam jumlah tertentu, obat ini masih bisa dijual di apotek mana saja.
Obat jenis bebas terbatas juga memiliki simbol tertentu di kemasannya, yaitu lingkaran biru bergaris tepi hitam. Tidak hanya itu, pada kemasan obat bebas terbatas juga tertulis peringatan-peringatan seperti:
Obat bebas terbatas bisa digunakan untuk mengobat penyakit dari yang tergolong ringan hingga serius. Kalau Kamu belum sembuh juga, meski sudah mengonsumsi obat dengan golongan bebas terbatas, lebih baik berhenti mengonsumsinya dan periksakan diri ke dokter.
Obat keras sudah termasuk obat yang tidak bisa dibeli bebas di apotek tanpa resep dokter, meski dijual legal di apotek. Tanpa resep dokter dan jika pemakaiannya tidak sesuai, dikhawatirkan obat ini bisa memperparah penyakit, meracuni tubuh, bahkan menyebabkan kematian. Simbol obat keras yang ada di kemasan obat adalah lingkaran merah bergaris tepi hitam dan terdapat huruf K di dalamnya.
Pada umumnya, banyak obat-obat tertentu yang termasuk dalam golongan ini, seperti:
Untuk psikotropika, obat-obatan jenis ini memengaruhi susunan sistem saraf pusat, sehingga bisa menimbulkan perubahan pada mental dan perilaku orang yang mengonsumsinya. Maka dari itu, obat psikotropika hanya bisa dikonsumsi di bawah pengawasan dokter.
Bahkan, psikotropika juga dibagi menjadi 4 golongan berdasarkan bahaya dampaknya pada tubuh manusia. Psikotropika golongan I adalah obat yang tidak boleh digunakan untuk terapi. Psikotropika golongan I hanya boleh dipakai untuk keperluan ilmu pengetahuan, karena memiliki potensi yang kuat untuk menyebabkan ketergantungan pada penggunanya.
Lain dari psikotropika golongan I, psikotropika golongan II bisa digunakan untuk pengobatan maupun untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Namun, psikotropika golongan II tetap memiliki potensi kuat untuk menyebabkan ketergantungan.
Psikotropika golongan III lebih banyak digunakan untuk pengobatan, meski obat jenis ini juga bisa dimanfaatkan untuk keperluan ilmu pengetahuan. Risiko ketergantungan pada psikotropika golongan III cenderung rendah. Selain itu, sama seperti golongan III, risiko ketergantungan psikotropika golongan IV juga rendah. Psikotripika golongan IV banyak digunakan untuk pengobatan maupun keperluan ilmu pengetahuan.
Karena bersifat keras, psikotropika dan obat keras berada di dalam kategori yang sama. Keduanya juga memiliki simbol yang sama. Contoh obat keras adalah loratadine, pseudoeedrin, bromhexin HCL, alprazolam, clobazam. Sementara itu, contoh obat psikotropika adalah ekstasi, phenobital, sabu-sabu, diazepam.
Narkotika adalah obat-obatan yang bisa berasal dari tanaman maupun tidak. Narkotika juga bisa berupa sintesis atau semi sintesis. Sama seperti psikotropika, narkotika menimbulkan efek ketergantungan, khususnya jenis yang bisa mengurangi rasa sakit, nyeri, dan tingkat kesadaran. Obat narkotika hanya boleh dijual di apotek, namun harus di bawah resep dokter. Obat narkotika memiliki simbol lambang palang merah yang tertera di kemasannya.
Mirip dengan psikotropika, narkotika juga memiliki golongan-golongan tertentu. Narkotika golongan I hanya digunakan untuk ilmu pengetahuan, namun tidak bisa digunakan untuk pengobatan. Pasalnya, golongan I memiliki risiko ketergantungan yang tinggi.
Untuk narkotika golongan II, bisa digunakan untuk pengobatan dan kepentingan ilmu pengetahuan. Namun, biasanya dokter hanya memberi resep narkotika golongan II sebagai pilihan terakhir dalam pengobatan. Pasalnya, golongan II juga bisa menyebabkan kertegantungan yang kuat.
Sementara itu, narkotika golongan III bisa digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan pengobatan karena memiliki risiko yang ringan untuk menyebabkan ketergantungan. Contoh obat narkotika adalah opium, ganja, dan heroin. Untuk golongan II, contohnya tebakon, morfina, dan peptidina. Sementara untuk golongan III, contohnya adalah kodeina, nikokodina, dan nikodikodina.]
Dengan mengerti banyak arti kata sangat memudahkan anda dalam memahami, menyampaikan dan berkomunikasi dengan orang lain, serta tidak salah dalam mengartikan kata tersebut. Semoga penjelasan mengenai kata Penggolongan Obat menurut undang-undang dapat memberikan pengetahuan bagi anda dan bermanfaat bagi semua.
Demikian arti Penggolongan Obat menurut undang-undang dalam kamus dan istilah obat ( Online ) Bahasa Indonesia
2. Bing Images
Bagikan